Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria, Tata Ruang dan BPN
Presiden Jokowi kembali menghidupkan Kementrian Agraria, Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selama belasan tahun, masalah agraria (pertahanan) menjadi momok di Tanah Air yang tak jarang berakhir dengan pertumpahan darah. ‘Komandan pertanahan’ yakni Menteri Ferry Mursyidan Baldan dituntun melakukan banyak perubahan, termasuk mengubah stigma ‘angker’ yang selama ini melekat pada BPN.
Menteri Ferry menuturkan, 70% perhatiannya saat ini adalah untuk membenahi pelayanan pertanahan. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun politisi Partai Nasdem ini yakin perlahan stigma ‘angker’ itu akan hilang. Meski baru seumur jagung, beberapa langkah positif sudah ia lakukan, baik di internal BPN maupun pelayanan langsung kepada masyarakat.
Apa target yang akan dicapai Ferry Mursyidan Baldan? Berikut wawancaranya:
Akhir 2014, Anda dipercaya Presiden Jokowi untuk memimpin Kementerian Agraria, Tata Ruang dan BPN. Berat bagi Anda memulai kementerian yang selama tiga presiden ditiadakan?
Enggak juga. Pertama karena sepanjang saya di DPR (Komisi II) saya bermitra dengan BPN. Kedua begitu ada kata ‘tata ruang’, saya tahu bahwa selama ini masalah pertanahan ini tidak match dengan tata ruang. Sehingga ini menjadi filter bagi saya memimpin kementerian (terutama BPN), jika tidak boleh sembarangan menyertifikatkan tanah kalau tidak sesuai dengan tata ruang, misalnya lahan pemukiman yah untuk pemukiman.
Ketika di DPR Anda menjadi pihak yang mengkritisi BPN, sekarang melihat BPN seperti apa? Angin segar apa yang dibawa ke BPN?
Memang saat itu saya mengkritisi mewakili masyarakat sehingga masyarakat ngomong apa soal BPN. Dari itu saya simpulkan sebenarnya BPN ini tugas dan fungsinya adalah pelayanan, awal-awal saya menjabat saya declare pelayanan Sabtu-Minggu serta keterbukaan, membuka diri kepada masyarakat. Mulai dari hal-hal yang ringan tapi mendasar, ini untuk membuka maindset pegawai yang ada di kita.
Pelayanan Sabtu-Minggu bisa mengubah stigma ‘angker’ yang melekat di BPN?
Pelayanan Sabtu-Minggu ini tantangan buat kita, agar masyarakat lebih kenal BPN dan kementerian. Selama ini memang bicara kantor BPN, hampir-hampir masyarakat tidak berani (masuk), takut, (identik) ribet, lama dan mahal. Bahkan orang tidak percaya (kepada BPN). Enggak masalah dikritik awal-awal kita rintis, kita ibarat bayi mau suntik imunisasi kemudian demam dan lain-lain.
Pelayanan Sabtu-Minggu, bisa ngapain saja masyarakat ke BPN?
Kita buka mulai dari jam 09.00-2.00, bisa mengurus segalanya. Mulai sertifikat tanah, Hak Guna Usaha (HGU), pecah sertifikat, perpanjangan dan lainnya. Masyarakat mau tanya progres berkas mereka sejauh mana, kenapa lama, konsultasi, tanya apa pun terkait tupoksi BPN silakan, bebas. BPN membuka pintu lebar-lebar tujuannya agar masyarakat merasa terundang, santai saja, lagi pula hari minggu. Pegawai kami akan layani masyarakat langsung tanpa perantara.
Ada rencana pengurangan berbagai pungutan atau biaya di BPN?
Dalam pelayanan di BPN saya melihat dua, pertama kerumitan dan kedua pembiayaan. Makanya saya merevisi satu Peraturan Pemerintah (PP) untuk menyederhanakan jenis pengutan. Nantinya masyarakat yang datang ke BPN akan tahu berapa biaya balik nama satu lahan atau rumah, berapa biaya perpanjangan HGU, pecah sertifikat atau menaikkan status tanah berapa.
Untuk kerumitan di BPN, solusi yang Anda tawarkan bagaimana?
Dasarnya adalah masyarakat dalam hal pelayanan tidak mau dibuat ribet, dibikin rumit. Saya contohkan biaya balik nama itu berapa sih? Enggak mahal, misalnya biaya administrasi Rp 50 ribu, kemudian masyarakat disuruh lengkapi fotocopy ini itu, tambah biaya materai, totalnya mungkin Rp70 ribu. Beda dengan biaya balik nama Rp 100 ribu tapi masyarakat tidak direpotkan, karena pegawai kita yang bekerja. Kalau Rp 70 ribu ribet karena banyak embel-embelnya, pasti akan dipilih yang Rp 100 ribu, tapi duduk dengan tenang.
Bagaimana dengan petugas loket BPN di seluruh Indonesia? Ada treatment bagi mereka untuk melayani masyarakat?
Penanganan di loket adalah penerima berkas menjadi kunci di BPN, jangan pernah memproses berkas yang belum lengkap karena kita ketempuhan. Kalau sudah lengkap baru kawan-kawan di BPN akan memproses. Mereka sekali datang, ada satu tarif dan sekali lagi datang mereka datang untuk ngambil sertifikat. Pegawai di kita yang jalan, bukan masyarakat yang ke sana kemarin, petugas kita cukup bilang dua hari lagi datang ke BPN. Kan enak kalau begitu.
Satu hal lagi yang menyelimuti masalah pertanahan di Tanah AIr, yakni banyaknya konflik kepemilikan tanah. Bagaimana BPN menyikapi hal ini?
Ketika ada konflik dan sengketa kita harus melihat sejarah dari tanah itu. Tidak bisa mengusir kepada orang yang lebih berhak atau orang yang lahir dan tinggal disitu. Hal tersebut juga berlaku di wilayah transmigrasi. Sehingga antara masyarakat pendatang dan masyarakat asli bisa mendapatkan pengakuan yang adil dan legal atas tanah.
Dalam hal ini negara harus hadir untuk memastikan bahwa keberadaan tanah di Indonesia bermanfaat bagi masyarakat dan menciptakan rasa keadilan. Semua permasalahan tanah yang ada harus segera diselesaikan. Karena persoalan tanah adalah masalah sosial, harus menjadi sesuatu yang membuat masyarakat semakin bermartabat dan terakui secara sosial.
Citra BPN juga buruk karena ada mafia tanah. Menghilangkan itu dari BPN bagaimana, ini sudah melekat cukup lama?
Saya buka ini kantor untuk masyarakat, secara langsung atau tidak, keterbukaan yang saya bangun. Ada pelayanan yang kurang saya buka SMS dan twitter, banyak orang bisa mengadu ke saya, segala macam ke saya soal pertanahan termasuk soal itu. Ini menurut saya paling efektif, biasa lah namanya lembaga ada yang mengawasi, mengontrol dari masyarakat. Makanya saya tidak men-judge anak buah (soal mafia tanah), kalau memang ada saya akan ricek, klarifikasi dahulu, masalahnya di mana, siapa tahu bisa diselesaikan.