MAPPI Jatim – Meski daya beli masyarakat mengalami pelemahan seiring menurunnya sektor ekonomi, namun kondisi itu tidak serta-merta menekan harga properti.
Analis Properti Daewoo Securities Indonesia Research Franky Rivan mengatakan, daya beli masyarakat untuk properti tertekan. Itu justru membuat harga properti, terutama di Jakarta, semakin mahal.
“Salah satu masalah dalam sektor properti di Indonesia terutama di Jakarta adalah meningkatnya harga jual,” kata Franky, kemarin.
Franky mengatakan rasio harga dengan pendapatan di Jakarta meningkat 19,8 kali di Maret 2016. Rasio tersebut hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di 2009.
Porsi mortgage loan dibandingkan dengan consumption loan juga meningkat. Kenaikan tersebut menjadi salah satu alasan kenaikan harga properti.
Meski daya beli rendah, risiko investasi di sektor properti saat ini seimbang dengan keuntungannya. “Faktor yang mendukung adalah regulasi dan dukungan kebijakan,” kata Franky.
Franky menambahkan, regulasi di sektor properti memiliki pengaruh yang signifikan. Dua rencana pemerintah yang disorot adalah rencana untuk meningkatkan pajak pendapatan dan pengesahan UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Selain regulasi pemerintah, pengaruh bank sentral juga sangat signifikan terhadap perkembangan properti. Dua bank sentral dunia yaitu Federal Reserves dan European Central Bank memilih aksi dovish berkaitan dengan interest rate.
Franky berharap potongan BI rate hingga 100bps dalam semester pertama 2016 setelah dalam tiga bulan terakhir sudah mencapai angka 75bps.